
Nasril, salah satu pedagang seragam yang masih bertahan di Blok G mengaku ia pindah ke Blok G sejak 2004 silam, sebelum perpindahan besar-besaran di era Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) 2013 silam.
Beruntung kiosnya terletak persis di depan tangga masuk Pasar Tanah Abang Blok G. Namun, omzet yang berhasil didapatkannya setiap hari kini tak sebanyak saat ia berjualan di pinggir jalan 2002 silam.
"Kalau di bawah (pinggir jalan) laris Rp 2 juta sehari. Kalau di sini kemarin pas anak sekolah mau masuk Rp 1 juta, kalau hari gini (sekarang) kan sepi Rp 500.000," ujar Nasril saat berbincang dengan detikFinance di lokasi, Jakarta Pusat, Kamis (13/7/2017).
Pasar Tanah Abang Blok G Foto: Ardan Adhi ChandraRamainya pembeli saat berjualan di pinggir jalan, kata Nasril, tidak terlepas dari akses masyarakat yang mudah saat tengah berjalan kaki. Bahkan ia menambahkan, orang yang tadinya tidak ingin membeli seragam yang dijualnya mendadak berhenti membeli untuk kebutuhan sekolah anaknya."Kalau yang kebetulan lewat juga kan kadang beli," kata Nasril.
Nasril merupakan satu dari sekian pedagang Pasar Tanah Abang Blok G yang masih bertahan menunggu pembeli datang. Kios Nasril yang berada di bagian depan Blok G membuat pembeli dengan mudah menjangkaunya, berbeda dengan deretan kios di bagian dalam Blok G yang tertutup rapat dan dilapisi debu.
Menengok ke bagian belakang pasar, masih ada Abdul Razak, satu-satunya penjahit di lantai 2 Pasar Tanah Abang Blok G yang masih bertahan di antara kios-kios yang sudah tertutup ditinggal penyewanya. Salah satu penjahit di Blok G Pasar Tanah Abang Foto: Ardan Adhi ChandraDi usianya ke-78, Razak masih setia menunggu pelanggan datang untuk menjahit pakaian. Meski penghasilannya tak banyak, ia mengaku tidak memiliki pilihan lain selain menawarkan jasanya menjahit pakaian."Sehari Rp 15.000 kalau sebulan Rp 450.000. Pernah juga dua minggu kosong," tutur Razak. (hns/hns)

Comments
Post a Comment