
Direktur Jenderal Aplikasi Informatika (Dirjen Aptika), Kementerian Kominfo, Semuel Abrijani Pengerapan, mengatakan pihaknya menolak disebut gegabah melakukan pemblokiran hingga menimbulkan kontroversi. Sebab, hal itu dilakukan berdasarkan data dan fakta yang dimiliki terhadap suatu situs atau layanan OTT.
"Apa yang kita lakukan berdasarkan data dan fakta, tidak gegabah. Kita selalu melakukan kajian dan koordinasi apa yang dilakukan bisa dipertanggungjawabkan bangsa dan negera," ujar Semuel di Kementerian Kominfo, Jakarta, Senin (17/7/2017).
Bahwa saat ini, Semuel melanjutkan, pergerakan kejahatan terorisme ingin selalu bersembunyi dan tidak terdeteksi. Caranya, salah satunya dengan memanfaatkan salah satu layanan pesan instan yang dinilai memiliki enkripsi tingkat tinggi.
"Kita tidak ingin memberi ruang kepada mereka, bersembunyi melakukan kegiatan-kegiatan mereka yang dapat menghancurkan kelangsungan bernegara dan berbangsa yang telah kita bangun begitu lama," tambahnya.
Dasar dari penutupan ke-11 Domain Name System (DNS) milik Telegram ini, adalah kaena sering dijadikan jalan untuk melakukan penyebaran paham terorisme, terutama yang terjadi di Indonesia.
"Dari data 2015-2017, hanya ada dua kasus (terorisme) yang tidak pakai Telegram. Mereka memanfaatkan kecanggihan daripada teknologi yang ada. Itulah sebabnya, kita harus mengambil langkah yang cepat dan strategis untuk melakukan pencegahan," tutur pria yang akrab disapa Semmy ini. (fyk/fyk)
Comments
Post a Comment